Tim dosen Institut Teknologi Bandung menjadikan jamur kayu sebagai pengolah limbah pewarna batik yang ramah lingkungan. Selain menjernihkan kembali air limbah tersebut, riset terbarunya itu menghasilkan buangan limbah yang sesuai standar baku mutu.
Inovasi yang dilakukan para akademikus ITB itu ikut tampil dalam pameran penelitian peringatan Dies Natalies ke-57 Institut Teknologi Bandung di Aula Timur pada 2-5 Maret 2016.
Cairan berwarna biru tua menetes dari botol infus ke sebuah kotak transparan berisi bagian jamur kayu yang berbentuk seperti kapas atau micelia. Cairan berpewarna tekstil itu selanjutnya keluar dari pipa pada bagian bawah kotak berupa cairan bening.
Jernihnya tak seperti air minum, melainkan agak kehijauan muda seperti air lumut. “Analisis awal, air itu masuk standar baku mutu yang bisa dibuang ke perairan atau diolah kembali menjadi air baku,” kata ketua tim riset tersebut, Sri Harjati Suhardi, kepada Tempo, Minggu, 6 Maret 2016.
Mekanisme pengolahan limbah pewarna batik itu sesederhana model instalasi pada pameran tersebut. Menurut Sri, ia menargetkan inovasi itu untuk pembuat batik skala kecil dan menengah. “Karena itu, harus tidak ribet (sulit), murah, dan bahannya mudah didapat,” ujar dosen mikrobiologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati berusia 52 tahun itu.
Dari hasil riset sebelumnya, juga peneliti lain di luar negeri, jamur kayu (Ganoderma applanatum) punya kemampuan menguraikan batang kayu yang keras atau lignin. Jamur itu juga bisa dipakai untuk memutihkan kertas.
Inovasi yang dilakukan para akademikus ITB itu ikut tampil dalam pameran penelitian peringatan Dies Natalies ke-57 Institut Teknologi Bandung di Aula Timur pada 2-5 Maret 2016.
Cairan berwarna biru tua menetes dari botol infus ke sebuah kotak transparan berisi bagian jamur kayu yang berbentuk seperti kapas atau micelia. Cairan berpewarna tekstil itu selanjutnya keluar dari pipa pada bagian bawah kotak berupa cairan bening.
Jernihnya tak seperti air minum, melainkan agak kehijauan muda seperti air lumut. “Analisis awal, air itu masuk standar baku mutu yang bisa dibuang ke perairan atau diolah kembali menjadi air baku,” kata ketua tim riset tersebut, Sri Harjati Suhardi, kepada Tempo, Minggu, 6 Maret 2016.
Mekanisme pengolahan limbah pewarna batik itu sesederhana model instalasi pada pameran tersebut. Menurut Sri, ia menargetkan inovasi itu untuk pembuat batik skala kecil dan menengah. “Karena itu, harus tidak ribet (sulit), murah, dan bahannya mudah didapat,” ujar dosen mikrobiologi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati berusia 52 tahun itu.
Dari hasil riset sebelumnya, juga peneliti lain di luar negeri, jamur kayu (Ganoderma applanatum) punya kemampuan menguraikan batang kayu yang keras atau lignin. Jamur itu juga bisa dipakai untuk memutihkan kertas.