Minggu, 18 Februari 2018

Budaya Jamur Dengan Media Kapas

Empat pekerja sibuk membolak-balik limbah kapas di lahan kosong di samping kantor Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Senin (28/3). Lahan itu berada di Desa Bulakamba, Kecamatan Bulakamba. Satu di antara mereka menaburkan bekatul, di atas tumpukan limbah kapas.

Siang itu, mereka tengah membuat fermentasi limbah kapas, yang akan digunakan sebagai media menanam jamur merang. Selain menggunakan bekatul, fermentasi juga dilakukan dengan menambahkan kapur pertanian (kaptan) pada limbah kapas.

Budidaya jamur dengan media kapas mulai dikembangkan HKTI Brebes sekitar empat bulan lalu. Menurut Ketua HKTI Brebes, Masrukhi Bachro, budidaya jamur dengan media kapas adalah upaya menciptakan diversifikasi pertanian bagi petani.

Selama ini, kebanyakan petani lebih terpaku pada tanaman padi dan bawang merah, dengan kepemilikan lahan terbatas, kurang dari satu hektar per orang. Padahal mereka berkesempatan melakukan budidaya tanaman lain, seperti jamur.


Budidaya jamur dengan media kapas dipilih, karena tidak membutuhkan lahan luas. Selain itu, kualitas, kuantitas produksi, dan harga jamur dengan media kapas lebih baik jika dibandingkan dengan media lain, seperti merang dan kardus, atau jamur jenis lain.

Selama ini, bahan baku limbah kapas dibeli dari pabrik tekstil di Bandung, Jawa Barat. Jamur dipelihara di dalam ruangan berukuran sekitar 4 meter x 6 meter persegi yang disebut kumbung. Kumbung bisa dimanfaatkan terus-menerus, karena komponen yang perlu diganti untuk sekali periode tanam, hanya limbah kapas dan benih.

Satu kumbung membutuhkan limbah kapas sekitar dua ton sekali periode tanam. Dengan harga limbah kapas Rp 900 per kilogram, biaya pembelian media tanam sekitar Rp 1,8 juta. Untuk pertama kali tanam, petani juga harus membangun kumbung dan membuat rak-rak dari bambu sebagai tempat kapas. ”Untuk tahap pertama budidaya dibutuhkan modal sekitar Rp 10 juta,” kata Masrukhi.

Menurut dia, satu periode tanam berlangsung sekitar satu bulan. Setelah limbah kapas difermentasi selama sekitar 10 hari, media dimasukkan dalam rak-rak di dalam kumbung. Selanjutnya dilakukan penguapan di kumbung dengan suhu sekitar 70 derajat celsius. Penguapan dimaksudkan untuk menyeterilkan lokasi budidaya.

Setelah itu, barulah dilakukan penebaran benih jamur di atas limbah kapas. Jamur merang dapat dipanen setelah 10 hari penebaran benih. Panen berlangsung terus-menerus, selama kurun waktu 15 hingga 10 hari.

Dari hasil panen yang sudah dilakukan, satu kumbung dapat menghasilkan sekitar tiga kuintal hingga empat kuintal jamur sekali periode panen. Dengan harga jamur Rp 15.000 per kilogram, petani bisa mendapatkan sekitar Rp 4,5 hingga Rp 6 juta sekali periode panen. ”Budidaya jamur ini waktunya singkat, dan hasilnya lumayan,” tambah Bakro.

Muhadi (36), petani jamur dari Desa Bulusari, Bulakamba, menuturkan, kualitas jamur yang ditanam di atas limbah kapas lebih kenyal dan lebih besar, sehingga harganya lebih mahal. Harga jamur merang dengan media lain hanya sekitar Rp 13.000 hingga Rp 14.000 per kilogram.

Saat ini, HKTI Brebes terus berupaya memperbanyak kumbung jamur, dari delapan kumbung yang sudah dimiliki saat ini.

Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2011/04/07/03465596/about.html

Tidak ada komentar: